Sistem Pemilu dan Korelasi Korupsi


Saturday, 17 February 2024 , Admin

Sistem Pemilu dan Korelasi Korupsi

Sistem Pemilu dan Korelasi Korupsi

     Kita tahu bersama bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang memilih pemimpinnya  dengan cara melaksanakan pemilu. Kian dekat dengan masa pemilihan pemimpin ini, makin  sering pula kita temukan poster atau spanduk mereka yang ingin mencalonkan diri. Kita sangat  mengapresiasi saudara-saudari kita yang sangat antusias dan bersemangat untuk mengabdikan  diri pada bangsa dan negara. Namun muncul pertanyaan di sela-sela itu, "Apakah mereka benar benar ikhlas untuk melayani rakyat dan mengabdi untuk negara?". Hal ini kita angkat dari  persepsi dan kejadian yang banyak terjadi tidak hanya di zaman ini, tapi sejak masa pra reformasi. Banyaknya orang-orang parlemen yang terjerat dengan kasus korupsi yang membuat  mereka harus mengenakan baju orens (tahanan). 

     Korupsi sampai saat ini masih menjadi masalah yang fundamental di Indonesia. Dalam  masa kepemimpinan Bapak Jokowi di periode kedua, ada puluhan kepala daerah yang terjerat  dalam kasus korupsi. Hal inilah yang memicu timbulnya pertanyaan dan prasangka terhadap  calon-calon kita. Hanya dua kemungkinan saja, mereka betul-betul ikhlas ingin mengabdi untuk  negara, atau hanya menginginkan hal finansial semata. Sekarang ini, muncul statement bahwa  penyebab dari terjadinya korupsi adalah kecilnya gaji dari pejabat-pejabat kita, atas dasar itulah  mereka melakukan korupsi "katanya". Jika menggunakan perspektif seperti itu, maka untuk apa  maju menjadi wakil rakyat jika hanya memikirkan tarif untuk dirinya sendiri? Toh di samping  dia melaksanakan tugasnya, negara telah menyiapkan dan menunjang kebutuhan hidup dan  tugasnya untuk sehari-hari. Rasanya sudah cukup dari apa yang telah diberikan oleh negara  kepada mereka, hanya saja kesadaran diri dan sikap egois yang masih menggebu-gebu,  menjerumuskan mereka untuk melakukan korupsi tersebut. 

     Salah satu yang diharapkan dari sistem pemilu yang kita laksanakan di Indonesia, yaitu  untuk menghasilkan para wakil dan pemimpin rakyat yang memiliki elektabilitas yang baik dan  juga sikap demokratis agar pemerintahan yang berjalan, sesuai dengan sistem demokrasi yang  kita anut di Indonesia. Namun dalam pemilu saat ini, yang terlihat adalah berapa banyak uang  yang harus dikeluarkan agar seseorang mendapatkan suara dan dapat menduduki jabatan yang ia kehendaki. Akhirnya pemilu hanya menjadi ajang siapa yang paling kuat untuk bertarung dengan uang. Sepertinya ini salah satu sebab juga mengapa banyak yang terjerat dalam kasus korupsi,  karena banyaknya harta yang harus dikeluarkan saat pertama mencalonkan diri, maka target  selanjutnya saat terpilih ialah mengembalikan apa yang telah dibuang. Itulah mengapa dalam  sistem pemilu ini, bukannya tidak terdapat kekurangan, tetapi ada masing-masing kelebihan dan  juga terdapat kekurangan.  

     Kelebihan dari sistem proporsional daftar terbuka adalah membuat masyarakat lebih selektif dalam memilih calonnya dan menyeleksi caleg secara rasional. Sementara itu, kelemahan  sistem proporsional daftar terbuka adalah suara terbanyak memberikan potensi para caleg  menggunakan kekayaannya untuk melakukan pendekatan-pendekatan secara finasial demi  memperoleh suara dan dukungan dari masyarakat. Maka dari itu salah satu cara untuk menekan  permainan dalam hal ini, dibutuhkan juga partisipasi dari masyarakat untuk setidaknya  mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan dalam sistem pemilu ini. Secara umum, politik uang  merupakan istilah yang menggambarkan penggunaan uang atau imbalan lainnya untuk  mempengaruhi seseorang, kelompok, atau lembaga dalam mengambil keputusan politik. Politik  uang ini sangat berpengaruh pada system demokrasi kita di Indonesia. Dengan adanya orang  yang bermain dengan politik uang ini, seakan telah membatasi kebebasan seseorang dalam  memilih. Mencekokkan dengan sejumlah nominal untuk “membeli” suara dari masyarakat hanya  demi kepentingan sendiri dapat mempengaruhi banyak hal, bahkan inilah yang dapat menjadi  asbab seseorang melakukan korupsi. 

     Politik uang ini tidak hanya saja berlaku pada saat seseorang ingin mengumpulkan suara  untuk dirinya agar dapat terpilih untuk masuk ke dalam parlemen, namun di saat proses perhitungan atau pemungutan suara berlangsung bias saja terjadi yang namanya politik uang.  Dengan menyogok orang-orang yang ada di bagian itu, bias saja aka nada manipulasi suara  hanya untuk kepentingan seseorang saja. Hal ini tentu saja mengikis nilai-nilai yang diangkat  dalam kegiatan pemilu, yang kita tahu bersama bahwa asas pemilihan umum adalah Luberjurdil  (Langsung, Umum, Bebas, Jujur, dan Adil). Terlalu kaku rasanya ketika kontestasi pemilu ini  hanya dijadikan sebagai ajang untuk bertempur uang, ajang bertempur satu kelompok dengan  kelompok yang lain. Harapannya ke depan agar kiranya hal-hal yang seperti ini perlahan hilang dari Indonesia, biarkan rakyat yang menentukan pilihan sesuai dengan nurani. Di sinilah juga  pentingnya introduksi kepada masyarakat luas. Tidak hanya membagikan barang berupa baju  partai atau selembaran kertas nama, tapi sekiranya mereka yang betul-betul ingin menjadi bagian  dari pengabdi untuk rakyat dan bangsanya juga memperkenalkan apa saja yang akan mereka  kerja ketika telah menjadi bagian dari parlemen.

     Hal-hal seperti inilah yang diharapkan dapat kita rasakan bersama ketika musim pemilu  tiba, perlu kita tambahkan dengan sesuatu yang kiranya dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat  luas. Adanya tukar pikiran dengan rakyat, menyaksikan langsung pembangunan yang sedang  dilaksanakan. Hal yang mungkin sepele di mata orang-orang besar, namun pasti sangat berharga  di mata masyarakat. Sudah saatnya membangun hubungan yang lebih persuasif antara  pemerintah dengan rakyat. Negara kita sudah terlalu banyak menelan kasus yang hanya itu-itu  saja. Laiknya korupsi, betapa banyak orang yang terus melakukan korupsi padahal berita  penangkapan dan penghukuman terhadap pelaku korup ini telah sampai di telinganya. Negara  sudah terlalu banyak memakan kerugian yang diakibatkan oleh pejabat-pejabat yang korup. Dana  yang seharusnya ingin dialokasikan kepada beberapa sektor yang ingin dilakukan pembangunan,  justru diraup habis oleh mereka yang tamak. Banyak daerah yang belum terjangkau oleh  pemerataan dari pemerintah untuk saat ini, jika ditambah lagi dengan korupsi yang masih kian  berjalan hingga kini, dapat menghambat laju pertumbuhan dan kemajuan Indonesia. 

    Hal yang saya harapkan adalah pemberian hukuman yang berat terhadap pelaku korupsi  yang ada di negeri ini. Pasalnya, kita tahu bersama bahwa orang-orang yang menjalani hukuman  dengan kasus korupsi ini, terkadang hanya diberi hukuman beberapa tahun penjara, dan hal itu  kurang cukup menurut saya bagi mereka yang telah memberikan kerugian terhadap negara. Seperti kurang memberi efek jera jika hanya diancam dengan hukuman penjara selama beberapa  tahun, agaknya hukuman yang jauh lebih berat seperti hukuman mati bagi pelaku korupsi dapat  memberi sedikit peringatan agar pelaku korupsi berkurang di negeri ini.

 

Karya:

Muhammad Dirga Alfaridzi Sailellah

Peserta LK2M XIX

 

REFERENSI

Pratiwi, D. A. (2018). Sistem Pemilu Proporsional Daftar Terbuka di Indonesia: Melahirkan Korupsi Politik?. Jurnal Trias Politika, 2(1), 13-28.

Sjafrina, A. G. P. (2019). Dampak politik uang terhadap mahalnya biaya pemenangan pemilu dan  korupsi politik. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 5(1), 43-53.