MISEKTA Eksplorasi: Swasembada Pangan dalam Kacamata Ilmu Tanah (HIMTI)


Sunday, 26 January 2025 , Admin

MISEKTA Eksplorasi: Swasembada Pangan dalam Kacamata Ilmu Tanah (HIMTI)

Baru-baru ini, Kami berkesempatan berdiskusi ringan dengan perwakilan himpunan mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia (HIMTI), fakultas Pertanian Unhas mengenai konsep swasembada pangan, terutama dilihat dari perspektif lingkungan. Dalam percakapan tersebut, kami sepakat bahwa swasembada pangan bukan hanya berarti kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya secara mandiri, tetapi juga harus didukung oleh pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, khususnya pengelolaan tanah dan air. Perwakilan HIMTI  menekankan bahwa keberhasilan swasembada pangan sangat bergantung pada kesehatan dan kesuburan tanah. Penggunaan lahan pertanian secara intensif tanpa pengelolaan yang tepat berpotensi menyebabkan erosi, kehilangan bahan organik, dan penurunan kesuburan tanah. Di samping itu, penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan mikroba tanah dan menimbulkan pencemaran, sehingga penting untuk mengedepankan penggunaan pupuk organik serta biofertilizer guna menjaga ekosistem tanah.

Dalam upaya mencapai swasembada pangan dengan menekankan keberlanjutan tanah, kerjasama yang erat antara pemerintah, akademisi, dan petani menjadi suatu keharusan. Namun, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah mengubah kebiasaan petani yang telah lama terbiasa menggunakan pupuk kimia. Banyak petani merasa bahwa membuat pupuk organik sendiri memerlukan waktu yang terlalu lama, sementara membeli pupuk organik dengan harga yang terjangkau pun masih menjadi kendala. Akibatnya, mereka lebih memilih menggunakan pupuk kimia karena prosesnya yang cepat dan praktis, meskipun penggunaan jangka panjang pupuk kimia dapat menurunkan kualitas dan kesuburan tanah.

Transformasi menuju metode pertanian yang lebih berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang tidak hanya mengedukasi petani tentang manfaat jangka panjang penggunaan pupuk organik, tetapi juga menyediakan dukungan teknis dan insentif ekonomi. Melalui dialog yang konstruktif, diharapkan petani dapat diberdayakan untuk berinovasi dan beralih ke praktik pertanian ramah lingkungan yang tidak hanya mendukung swasembada pangan, tetapi juga menjaga kesehatan tanah untuk generasi mendatang. Kunci utama dalam proses ini adalah membangun kepercayaan dan kemitraan antara semua pihak terkait, sehingga perubahan kebiasaan yang selama ini mengutamakan kepraktisan daripada keberlanjutan dapat secara bertahap terwujud.

Selain itu, kami juga membahas pentingnya konservasi sumber daya alam, terutama dalam pengelolaan tanah dan air. Pengelolaan irigasi yang berkelanjutan menjadi salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat irigasi yang tidak efisien dapat menimbulkan masalah seperti salinisasi yang berdampak negatif pada produktivitas lahan. Teknik-teknik konservasi seperti agroforestri dan terasering pun dibicarakan sebagai solusi efektif untuk mengurangi erosi dan mempertahankan kelembaban tanah. Dengan demikian, pendekatan pengelolaan yang tepat dapat meningkatkan daya dukung tanah untuk jangka panjang sekaligus mendukung produktivitas pertanian.

Diskusi dengan HIMTI menegaskan bahwa swasembada pangan harus berjalan seiring dengan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai swasembada pangan tidak hanya ditentukan oleh peningkatan produksi, tetapi juga oleh penerapan praktik pertanian yang menjaga kesehatan tanah dan ekosistem. Penggunaan teknologi ramah lingkungan serta kebijakan yang mendukung konservasi sumber daya alam menjadi faktor kunci dalam mewujudkan sistem pertanian yang produktif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan petani diperlukan agar ketahanan pangan nasional dapat dicapai tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan bagi generasi mendatang.