SEMIOTIKA SOSIAL


Sunday, 24 February 2019 , Admin

SEMIOTIKA SOSIAL

SEMIOTIKA SOSIAL

Oleh: A. Arga Adhy Praditya

Pengertian istilah semiotik berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu semeion, yang artinya “tanda”. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Semiotika atau ilmu yang mengkaji tentang tanda dibangun berdasarkan asumsi dan konsep yang memungkinkan untuk melakukan analisis sistem simbolik dengan cara yang sistematis. Ferdinand De Saussure dan Charles Sanders dianggap sebagai pelopor dalam bidang ini. Mulanya kajian ini memusatkan pada bahasa verbal, yang kemudian mengembangkan pada tanda-tanda lain yang lebih luas, mulai kode morse, etiket, musik, hingga rambu-rambu lalu lintas. Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang memiliki keterkaitan atau hubungan. Hubungan yang terjadipun dapat bermacam-macam seperti hubungan homologis, analogis, bahkan metaforis.

Dalam semiotik, tanda adalah sesuatu yang merepresentasikan atau menggambarkan sesuatu yang lain, dimana terdiri dari dua materi dasar yaitu ‘ekspresi’ dan ‘konten’. Hubungan antara ekspresi dan konten berjalan dinamis, bergantung pada perspektif interpretant. Oleh karena itu, tanda tidak pernah sepenuhnya lengkap, karena memerlukan interpretan dan konteks. Dalam konteks inilah, semiotik memahami tentang tanda. Sobur berpendapat bahwa “semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda”. Fungsi tanda dalam analisis sosial sangat penting artinya, karena tandalah yang menghadirkan kekhususan dan mendukung relasi-relasi sosial di tengah-tengah masyarakat. Dalam tanda ada sesuatu tersembunyi dan bukan merupakan tanda itu sendiri.

Perkembangan kajian semiotik memunculkan ilmuwan-ilmuwan yang dikenal mengembangkan ilmu ini, seperti Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Pierce, Louis Hjelmslev, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva, Michael Riffaterre, Jacque Derrida, Roman Jakobson, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva, Michael Riffaterre, dan Theo Van Leeuwen. Dalam perkembangannya, semiotika melahirkan berbagai aliran yang dipengaruhi oleh perbedaan paradigma. Sobur dalam bukunya mengemukakan sembilan aliran semiotik, yaitu: Semiotik analitik, semiotik deskriptif, semiotik faunal, semiotik kultural, semiotik naratif, semiotik natural, semiotik normatif, semiotik sosial, dan semiotik struktural. Setiap ilmuwan lazimnya mengemukakan teknik, konsep tersendiri, hingga dimensi analisis yang digunakan dalam mengkaji tanda.

Semiotik sosial pertama kali dikembangkan oleh M.A.K Halliday. Dengan dasar pemikiran strukturalis yang dipengaruhi pemikiran post-strukturalis, Halliday berpendapat bahwa grammar dalam bahasa bukan merupakan sebuah kode, yang tidak semata-mata membangun kalimat yang benar. Tetapi merupakan sebuah peristiwa yang menghasilkan makna. ‘Tanda’ merupakan konsep fundamental dalam semiotik, namun tidak memandang ‘tanda’ sebagai sesuatu yang tetap. Untuk itu, Van Leeuwen menggunakan istilah “sumber semiotik” untuk mengantikan kata “tanda”. ‘Sumber semiotik’, kata yang dianggap lebih tepat mengantikan kata ‘tanda’ dalam semiotik sosial, merupakan sebuah tindakan atau artefak yang digunakan dan tercipta dalam peristiwa komunikasi. Mulai dari yang diciptakan secara physiological, dengan otot (menghasilkan ekspresi wajah, atau gesture), atau teknologi (pensil, kertas, atau komputer). Sumber semiotik tidak terbatas pada perkataan, tulisan, atau gambar, namun hampir semua hal yang memiliki makna secara sosial dan kultural.