Kajian Keilmuan (KAIL) - Pertanian dan Narasi Ekonomi Politik


Saturday, 13 April 2024 , Admin

Kajian Keilmuan (KAIL) - Pertanian dan Narasi Ekonomi Politik

Pertanian dan Narasi Ekonomi Politik

     Ketika kita mendengar kata Ekonomi apa yang terpintas dalam pikiran kita? Ada pendapat yang mengatakan ekonomi merupakan sistem keuangan. Namun apakah ekonomi melulu hanya membahas tentang uang saja? Jika kita ingin memahami ekonomi berdasar etimologi, ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “oikos” yang berarti rumah tangga dan “nomos” yang artinya rumah tangga sehingga ekonomi dapat diartikan sebagai aturan atau pengelolaan dalam rumah tangga. Ekonomi pada dasarnya membahas bagaimana caranya untuk mengelola segala sumber daya yang dimiliki untuk dapat bertahan hidup.

     Hal yang tidak akan pernah hilang atau esensial dari ekonomi sendiri adalah aktivitas produksi manusia. Dalam sejarah perkembangan manusia memiliki fase-fase dalam aktivitas produksinya dan yang membedakan dari setiap fase perkembangan manusia tersebut ialah corak produksinya. Dalam membahas corak produksi pada setiap fase perkembangan manusia Karl Marx membagi dalam 2 kekuatan yaitu kekuatan produktif dan relasi produksi. Corak produksi yang terlihat dominan di zaman sekarang yaitu corak produksi kapitalis di mana relasi produksinya ialah pemilik modal dan tenaga kerja. Namun tidak menutup kemungkinan di beberapa daerah tertentu yang sangat jauh di dalam pelosok yang corak produksinya masih menggunakan corak produksi feeodal karena belum tersentuh oleh yang namanya moderenisasi. Di masa feodalisme sendiri memiliki corak produksi yaitu relasi produksinya berbicara seputar tuan tanah dan hamba sahaya.

     Dalam Teori Karl Marx, ia membagi lingkup kehidupan manusia dalam 2 bagian yakni basis dan superstruktur. Basis yang dimaksudkan di sini ialah ekonomi yaitu sebagai hal dasar dan yang menopang suprastruktur seperti ideologi, agama, sistem pendidikan, sistem kesehatan, sisitem hukum dan negara. Mengapa ekonomi menjadi hal basis atau dasar sebab sejarah hidup manusia itu dimulai dari bagaimana perut manusia itu terisi terlebih dahulu atau singkatnya bagaimana kita dapat bertahan hidup sebelum kita hendak memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang lainnya. Konsep pemikiran Karl Marx mengenai basis dan superstruktur tersebut kemudian dikritik oleh Martin Surjayana. Martin membenarkan bahwa basis yang menentukan superstruktur, namun dalam kondisi dan dalam batas kompromi tertentu suprastruktur juga bisa menentukan basis dalam batas-batas yang diwajarkan (tidak sepenuhnya).

      Selanjutnya kita membahas tentang pertanian. Pertanian secara singkat merupakan membudidayakan atau mengelola sumber daya hayati maupun hewani. Pertanian dan agraria adalah dua hal yang berbeda. Agraria secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu  ‘ager’ yang artinya tanah. Secara historis muncul yang awalnya dari kegiatan pengelohan tanah sehingga agrarian dan pertanian memiliki kaitan erat antara satu sama lain. Ketika membahas pertanian kita akan dihadapkan pada wacana bahwa pertanian yang mengarah pada industrialisasi dan modernisasi sehingga kita lupa bahwa terdapat hirarki atau pembagian kelas dalam pertanian. Berdasarkan sensus pertanian 2023, jumlah masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai petani ialah 45 juta orang dan sekitar 80 % berusia 40 tahun ke atas. Lalu pertanyaannya ke manakah para petani muda ini? Para generasi milenial terbangun stigma bahwa menjadi petani itu merupakan pekerjaan berat, kotor, tidak memberi keuntungan bahkan menjadi petani itu merupakan pekerjaan yang tidak membanggakan atau memalukan.

     Fenomena yang tejadi pada era sekarang contohnya di dunia Pendidikan misalkan kita kerucutkan lagi pada kurikulum kampus yang cenderung mereduksi wacana-wacana atau narasi-narasi sosial sebab kita hanya berfokus untuk mempelajari mata kuliah yang kita programkan sesuai dengan masing-masing jurusan kita di kampus. Dampaknya kita kurang dalam mempelajari dan menganalisi pertanian secara makro, kita tidak memerhatikan esensi dari pertanian dan akan jadi seperti apa pertanian di masa depan. Salah satu isu yang bisa kita angkat yaitu reforma agraria yang dimulai sejak tahun 1960 . Reforma agraria yang merupakan proses penataan kembali hak kepemilikin sumberdaya agraria demi terciptanya keadilan bagi rakyat Indonesia namun realitasnya belum dapat benar-benar dirasakan oleh para petani-petani kecil di Indonesia.  Banyak kasus-kasus yang di mana lahan-lahan petani kecil dirampas untuk tujuan industrialisasi akibat dari para petani yang tidak memiliki berkas legalitas dari tanah-tanah yang mereka miliki. Bahkan banyak kasus yang kita dapat lihat sendiri negara merampas tanah-tanah milik petani yang telah mereka garap sejak lama hanya karena persoalan stempel saja, padahal semestinya itu menjadi tanggung jawab negara untuk memfasilitasi.

     Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menjelaskan bahwa segala sumber daya alam yang terdapat di dalam negeri Indonesia Indonesia itu dikuasai oleh pemerintah dan digunakan untuk memakmurkan rakyat. Namun yang manakah rakyat yang dimaksud dalam uud tersebut? Dalam kontitusi tersebut secara eksplisit mengatakan bahwa segala sumber daya di negeri ini itu dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat namun pada realitanya pemerintah nampaknya hanya mementingkan segelintir orang-orang yang memiliki modal. Omnibus law menjadi salah satu bukti nyata konstitusi yang diciptakan dan disahkan oleh pemerintah untuk memudahkan masuknya investor-investor asing untuk masuk ke dalam negeri kemudian membangun perusahannya. Kita perlu memperhatikan secara holistik dan realistik bahwa dalam uud pemerintah memang menyatakan sikapnya yang berpihak kepada rakyat akan tetapi mengacu Kembali pada teori Marx bahwa basis dalam hal ini hukum ekonomi yang menentukan suprastruktur atau dalam hal ini termasuk hukum. Negara perlu menghidupi ratusan ribu jiwa rakyatnya alhasil diperlukan ekonomi untuk merealisasikannya namun dampaknya diperlukan hukum yang memadai untuk bemana caranya negara dapat menggenjot ekonominya salah satunya ialah dengan menciptakan Omnibus law.

     Kita harus lebih mebuka mata dan lebih kritis menyikapi situasi yang dialami oleh kaum proletar atau dalam hal ini para petani subsisten di Indonesia yang masih mengalami perampasan ruang hidup yang dibalut oleh kata pembangunan demi memuaskan kepentingan segelintir orang-orang tertentu. Segala tindakah ekploitasi oleh corak produksi kapitalisme akan dibungkus oleh kata atau terma-terma yang positif  sehingga kita luput akan isu-isu agraria yang tengah menimpa para petani kecil.  Maka diperlukannya pembacaan basis materil yang sama seperti melakukan kegiatan pendidikan  seminar atau kajian-kajian untuk meningkatkan kesadaran kita terkait isu-isu pertanian.

 

Departemen Pengkajian