KELAPA SAWIT : Anugerah Tuhan Sebagai Lokomotif Pembangunan Indonesia


Monday, 09 January 2023 , Admin

KELAPA SAWIT : Anugerah Tuhan Sebagai Lokomotif Pembangunan Indonesia

         Salah satu anugerah terbesar dari tuhan untuk Indonesia adalah tanaman kelapa sawit. tanaman ini juga memiliki julukan sebagai tanaman ajaib. Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat tetapi ada juga yang menyebut bahwa tanaman ini berasal dari Kawasan Amerika Selatan. Tanaman ini hidup subur di luar daerah asalnya salah satunya Indonesia. Kelapa sawit diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan.

        Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, sumber devisa negara serta peningkatan lingkungan dan Kesehatan yang baik bagi masyarakat. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit dan juga  negara dengan areal perkebunan sawit terbesar di dunia dengan jumlah lebih dari 700 perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Kementan juga mencatat bahwa tahun 2017-2022 luas perkebunan kelapa sawit mengalami tren yang meningkat. Di mana meningkat sejak tahun 2017, berawal dari 14 juta ha, kini mencapai 16,38 juta ha dengan luas lahan sawit rakyat sebesar 6,94 juta ha.

         Besarnya luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia ini merupakan sebuah keuntungan dan peluang bagi Indonesia sebagai modal pembangunan bangsa Indonesia. Kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis bagi Indonesia. Manfaat ekonomi yang diperoleh Indonesia dari perkebunan kelapa sawit sangatlah besar. Perlu diketahui bersama bahwa saat pandemi, sektor yang masih bertahan dan dapat tumbuh positif hanyalah sektor pertanian. Hal ini tidak terlepas dari peran dan kontribusi industri kelapa sawit.  Bahkan kontribusi industri sawit beserta produk turunannya sebagai penyumbang devisa juga semakin diakui di tengah pandemi, yakni dengan menghasilkan akumulasi nilai ekspor sebesar USD 8.43 miliar selama Januari-Mei 2020 (BPS, 2020).

          Tidak hanya pada aspek ekonomi, industri kelapa sawit juga turut serta dalam pembangunan aspek sosial. Dimana dengan adaya industri kelapa sawit banyak menyerap tenaga kerja baik di hulu hingga hilir serta Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di kawasan pedesaan dapat meningkatkan kapasitas perekonomian daerah pedesaan dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja di kawasan pedesaan. Selain itu, Seiring dengan meningkatnya volume impor minyak sawit dan pengembangan industri hilir berbasis sawit akan meningkatkan job creation di negara importir mencapai 1.9 juta orang tahun 2010 dan diperkirakan terus meningkat menjadi 2.7 juta orang pada tahun 2020 (PASPI M, 2021).

               Manfaat dari industri sawit juga dapat dirasakan pada aspek lingkungan dan Kesehatan. Jika dibandingkan antara kelapa sawit dan hutan dalam kinerja fotosintesis dapat dilihat bahwa setiap hektar kebun sawit secara netto menyerap sekitar 64.5 ton karbon dioksida setiap tahun dan menghasilkan oksigen sekitar 18.7 ton. Sedangkan hutan secara netto menyerap sekitar 42.4 ton karbon dioksida dan menghasilkan oksigen sekitar 7.1 ton. Artinya kemampuan perkebuanan sawit dalam fungsi penyerapan karbon dioksida dan produksi oksigen lebih lebih unggul daripada hutan (PASPI MONITOR, 2021). Sedangkan pada aspek Kesehatan, Kandungan Vitamin A dalam minyak sawit lebih tinggi dibandingkan sayur dan buah, begitu juga dengan kandungan Vitamin E pada minyak sawit lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Namun selama ini potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal (PASPI Monitor ,2021)

             Melihat dari fakta diatas, bisa dikatakan bahwa kelapa sawit dapat dikatakan sebagai lokomitif pembangunan Indonesia pada beberapa aspek seperti ekonomi, lingkungan, sosial dan Kesehatan. Akan tetapi masih banyak sekali persepsi negatif tentang kelapa sawit yang berkembang di masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya pro dan kontra di masyarakat. Sebagai masyarakat, kita perlu cermat dalam mengambil dan menggali informasi. Kita perlu memahami mana yang mitos dan mana yang fakta. Berikut ini penjelasan lebih rinci mengenai mitos dan fakta mengenai kelapa sawit pada beberapa aspek :

Perkebunan Kelapa Sawit Hanya Dimiliki Korporasi Besar ?

          Dari tahun ke tahun luas perkebunan sawit Indonesia semakin meningkat. Dalam perkembangan tersebut, perkebunan kelapa sawit rakyat menunjukkan pertumbuhan yang cepat bahkan tergolong revolusioner. Pada tahun 1980, pangsa sawit rakyat hanya 2 persen. Namun pada tahun 2016 pangsa sawit rakyat telah mencapai sekitar 41 persen. Diproyeksikan menuju tahun 2020 pangsa sawit rakyat akan mencapai 50 persen melampaui pangsa sawit swasta yang diperkirakan akan menjadi 45 persen. Dengan demikian, perkebunan kelapa sawit Indonesia bukan hanya dimiliki oleh korporasi besar (swasta, BUMN). Sebaliknya, pangsa sawit rakyat menunjukkan peningkatan yang revolusioner dan akan menguasai pangsa terbesar di masa yang akan datang. 

            Perusahaan-perusahaan perkebunan khususnya yang sudah menghasilkan (produksi TBS) secara bertahap juga melakukan penyaluran CSR perusahaan dalam berbagai bentuk. Secara umum, distribusi penyaluran CSR dari perusahaan perkebunan kelapa sawit kepada masyarakat sekitar dilakukan pada dua bentuk yakni pembinaan UKM lokal dan penyaluran bantuan sosial budaya dan lingkungan.

Peranan Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Indonesia ?

             Industri sawit merupakan penghasil devisa yang sangat penting bagi Indonesia bahkan disaat pandemi Covid-19. Devisa sawit terdiri atas devisa promosi ekspor dan devisa subsitusi impor. Peningkatan nilai ekspor minyak sawit tersebut makin memperbesar kontribusinya pada neraca perdagangan non migas (PASPI, 2017). Dalam 10 tahun terakhir kontribusi devisa sawit cukup signifikan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan migas Indonesia. Bahkan Industri kelapa sawit tetap menunjukkan eksistensinya meskipun ditengah pandemi. Devisa sawit baik dari ekspor minyak sawit dan produk turunannya maupun penghematan devisa (subsitusi impor) mempengaruhi neraca perdagangan setiap bulan (PASPI Monitor, 2021).

               Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), devisa hasil ekspor sawit (CPO dan produk turunannya) pada periode JanuariAgustus 2021 mencapai sebesar USD 23.4 milyar. Sedangkan penghematan devisa impor solar yang tercatat secara implisit pada neraca perdagangan migas mencapai USD 2.8 milyar . Nilai ekspor produk sawit tercatat sebagai penyumbang terbesar devisa ekspor sehingga neraca perdagangan non-migas Indonesia mengalami surplus dengan nilai sebesar USD 28.1 milyar atau meningkat 84 persen dari periode yang sama tahun lalu. Jika tidak ada ekspor sawit, neraca perdagangan non migas hanya mencatatkan surplus dengan nilai yang relatif kecil yakni hanya sebesar USD 4.7 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa industri sawit masih tetap konsisten sebagai bagian terbesar neto neraca perdagangan non-migas seperti selama ini (Sipayung, 2018, PASPI Monitor, 2021b)

Perkebunan sawit dituding sebagai Driver utama deforestasi ?

             Salah satu topik dari isu lingkungan yang digunakan pada black campaign sawit yang sangat masif dipublikasikan oleh pihak anti sawit adalah perkebunan sawit dituding sebagai driver utama deforestasi (Tim Riset PASPI, 2021) Di Indonesia konversi hutan menjadi non hutan sudah lama berlangsung seiring dengan kebutuhan ruang bagi pembangunan. Deforestasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan era logging yang melahirkan lahan-lahan terlantar/terdegradasi yang kemudian oleh pemerintah digunakan untuk pengembangan daerah-daerah transmigrasi maupun ekstensifikasi pertanian/perkebunan. Ekspansi perkebunan kelapa sawit datang kemudian dengan memanfaatkan lahan-lahan eks logging yang dikonversikan pemerintah menjadi kawasan budidaya. 

            Jika sejarah deforestasi didiskusikan, Koh and Wilcove (2008) menyebutkan 67 persen kebun sawit adalah dari konversi hutan. Namun studi Gunarso, dkk (2012) mengungkapkan kesimpulan yang berbeda dengan tuduhan Koh and Wilcove tersebut. Asal-usul lahan pengembangan kebun sawit di Indonesia sebagian besar berasal dari lahan pertanian dan lahan terlantar (degraded land) dan sebagian dari konversi secondary forest (Casson 2000; McMorrow & Talip 2001; Gunarso dkk, 2012). Era logging yang masif sebelum tahun 1990 telah meninggalkan daerah-daerah terlantar dan mati (ghost town). Pengembangan perkebunan kelapa sawit baru berlangsung kemudian khususnya setelah tahun 2000. 

            Analisis perkembangan historis konversi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan dikaitkan dengan perkembangan luas perkebunan sawit di Indonesia menunjukkan fakta bahwa ekspansi kebun sawit bukan pemicu (driver) utama konversi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan. Dengan kata lain selama kurun waktu 1950-2014, konversi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan di Indonesia secara akumulasi sebesar 99,6 juta ha. Sedangkan akumulasi luas perkebunan sawit Indonesia pada periode yang sama hanyalah 10,8 juta ha. Data ini menunjukkan bahwa dari 99,6 juta hektar konversi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan, ekspansi perkebunan sawit Indonesia relatif kecil yakni 10,8 persen. Dengan demikian ekspansi perkebunan kelapa sawit bukanlah pemicu utama konversi kawasan hutan menjadi non hutan (deforestasi) di Indonesia. 

Desa Sawit  Versus Desa Non Sawit

               Peningkatan aktivitas ekonomi di pedesaan baik pada sektor perkebunan kelapa sawit maupun sektor non-perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan ekonomi daerah. Pengembangan pedesaan dengan lokomotif perkebunan kelapa sawit (rural development oil palm-driven) telah membuat Desa Sawit mengalami kemajuan dari tahun ketahun. Bahkan adanya perkebunan kelapa sawit membuat Desa Sawit lebih maju secara ekonomi dibandingkan dengan Desa NonSawit (PASPI, Monitor 2022).  Studi PASPI (2014) mengungkapkan bahwa selain perekonomiannya lebih besar, kabupaten sentra sawit di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan kabupaten non-sentra sawit. Studi Kasryno (2015) juga menunjukkan fenomena yang sama yakni beberapa provinsi sentra sawit di Indonesia seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan (Barat, Tengah dan Timur) juga memiliki tingkat pertumbuhan PDRB yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi dengan luas perkebunan kelapa sawit yang relatif rendah seperti di Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan dan Sulawesi.

            Selain PDRB, penurunan kemiskinan pada provinsi sentra sawit seperti Sumatera dan Kalimantan juga lebih cepat dibandingkan dengan provinsi non-sentra produksi sawit. Kontribusi dari perkebunan kelapa sawit dalam pengurangan kemiskinan daerah pedesaan maupun perkotaan juga telah banyak diungkap peneliti (Susila, 2004; Susila dan Munadi, 2008; World Growth, 2011; PASPI, 2014; Kasryno, 2015; Edwards, 2019). Berbagai studi (PASPI, 2014, Euler et al., 2016; Qaim et al., 2020; Apresian et al., 2020; Chrisendo et al., 2021) menunjukkan bahwa pendapatan petani sawit lebih tinggi dibandingkan petani non-sawit atau komoditas lain. Studi PASPI (2014) menunjukkan perbandingan pendapatan petani sawit lebih tinggi dari pendapatan petani non-sawit.. Studi-studi tersebut menyebutkan bahwa pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di pedesaan pada sentra sawit relatif lebih cepat dibandingkan dengan non-sentra sawit.

Perluasan Kelapa Sawit Menghabiskan Hutan Tempatnya Satwa-Satwa dan Biodiversity ?

            Indonesia sejak awal telah menetapkan minimum 30 persen daratan di pertahankan sebagai hutan asli termasuk hutan lindung dan konservasi. Hutan tersebut, berupa hutan asli (virgin forest) dan dilindungi (no deforestasi) oleh UU No. 41/1999 (Tentang Kehutanan), UU No. 5/1990 (Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem), dan UU No. 26/2007 (Tentang Penataan Ruang) untuk “rumahnya” satwa-satwa liar (seperti Orang Utan, Mawas, Harimau Sumatera, Gajah, Badak Bercula, Komodo dan lain-lain) dan biodiversity lainnya. Pengembangan perkebunan kelapa sawit dilakukan di kawasan budidaya yakni di luar hutan lindung dan hutan konservasi tersebut. Pengembangan perkebunan kelapa sawit justru menghijaukan kembali (secara ekologis dan ekonomi) lahan-lahan terlantar, kritis, sebagian gundul akibat logging yang massif pada tahun 1970-1990.

              Kebun sawit juga selalu “Dikambinghitamtakan” sebagai faktor yang mengancam habitat satwa-satwa liar . I su tersebut tidak sesuai dengan data dan fakta yang ada. Studi Meijard et al,, (2018) menyebutkan bahwa penurunan populasi orangutan dan satwa liar lainnya di Indonesia sudah terjadi sejak lama sebelum pengembangan perkebunan kelapa sawit di tahun 1970-an

Kebun Sawit  Tidak Ramah Lingkungan ?

              Terdapat lima fungsi ekologis dari perkebunan sawit yakni: pertama, fungsi pemanenan energi surya secara biologis. Dengan lamanya durasi penyinaran, Indonesia melalui perkebunan kelapa sawit dapat memanen energi surya lebih lama dan lebih berkualitas dibandingkan negara lain  (PASPI Monitor, 2021). Kedua, fungsi pelestarian siklus karbon (carbon sink dan sequestration) dan fungsi pelestarian siklus oksigen. Dengan luas perkebunan sawit Indonesia sekitar 16.3 juta hektar, maka perkebunan kelapa sawit juga mampu menghasilkan sekitar 305 juta ton oksigen. Fungsi pelestarian siklus karbon dioksida dan oksigen tersebut juga dapat digambarkan dengan fungsi perkebunan sawit sebagai “paru-paru” ekosistem (PASPI Monitor, 2021). Ketiga, fungsi pelestarian siklus hidrologi. Keempat, fungsi konservasi tanah dan air; . Hal ini diungkapkan oleh para ahli bahwa perkebunan kelapa sawit secara alamiah atau inheren (built-in) memiliki kemampuan sebagai tanaman konservasi tanah dan air (Harahap, 2007) Tanaman kelapa sawit juga memiliki sistem perakaran serabut yang massif, luas dan dalam (Harahap, 1999, 2007; Harianja, 2009). Fungsi pelestarian plasma nutfah dan multifungsi kelapa sawit secara lintas generasi. Tanaman kelapa sawit juga memiliki sistem perakaran serabut yang massif, luas dan dalam (Harahap, 1999, 2007; Harianja, 2009). Kelima, fungsi pelestarian plasma nutfah dan multifungsi kelapa sawit secara lintas generasi. Selain berhasil dalam pelestarian plasma nutfah kelapa sawit, perkebunan kelapa sawit juga berhasil melestarikan multifungsi (OECD, 2001; Huylenbroeck et al., 2007; Moon, 2012) yang melekat pada kelapa sawit baik fungsi ekonomi (white function), fungsi lingkungan (green function, blue function) dan fungsi sosial (yellow function). Multifungsi perkebunan sawit tersebut bukan hanya lestari dari generasi ke generasi, tetapi juga semakin meluas dapat dinikmati oleh masyarakat global.

Kelapa Sawit Hemat Air ?

              Dilihat porsi curah hujan yang dimanfaatkan oleh kelapa sawit, Pasaribu dkk (2012) menemukan bahwa persentase curah hujan yang digunakan oleh perkebunan kelapa sawit yakni sebesar 40 persen dari curah hujan tahunan. Persentase tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan mahoni sebesar 58 persen dan pinus yakni sebesar 65 persen. Selama ini tanaman pinus, akasia dan sengon populer dijadikan tanaman hutan baik dalam program reboisasi maupun hutan tanaman industri. Tanaman kehutanan tersebut ternyata relatif boros menggunakan air. Sementara tanaman sawit yang selama ini dituduhkan boros air, ternyata jauh lebih hemat dibandingkan tanaman hutan tersebut bahkan sawit juga lebih hemat air dibandingkan dengan tanaman karet.

         Hasil penelitian para ahli tersebut menyatakan bahwa kebun sawit justru termasuk tanaman yang relatif hemat menggunakan air dibandingkan tanaman hutan maupun tanaman karet. Menurut penelitian Allen et al. (1998) dan Rusmayadi (2011) membuktikan bahwa kapasitas menyimpan air pada lahan sawit lebih baik dibandingkan tanaman karet sehingga kandungan air tanah lahan sawit lebih tinggi dibandingkan lahan yang ditanami karet.

Konsumsi Minyak Sawit Menimbulkan Diabetes dan meningkatkan kolestrol ?

          Selama ini berkembang persepsi bahwa minyak goreng sawit mengandung kolesterol. Akibatnya masyarakat menjadi fobia bahwa mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung minyak seperti gorengan perlu dihindari karena dianggap meningkatkan kolesterol. Sejauh ini tak satupun ahli-ahli gizi di dunia yang pernah mengatakan bahwa minyak goreng dari nabati seperti minyak goreng sawit mengandung kolesterol. Kolesterol hanya dihasilkan oleh hewan dan manusia, sedangkan tanaman tidak memiliki kemampuan menghasilkan kolesterol. (Calloway and Kurtz, 1956; USDA, 1979; Life Science Research Office, 1985; Cottrell, 1991; Muchtadi, 1998; Muhilal, 1998; Hariyadi, 2010; Giriwono dan Andarwulan 2016). Minyak goreng sawit yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit tidak mengandung kolesterol. Bahkan sebaliknya, konsumsi minyak sawit justru memperbaiki kolesterol tubuh yakni meningkatkan kolesterol baik (HDL) dan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida serta mengurangi deposisi lemak tubuh. Sehingga konsumsi minyak sawit sesungguhnya dapat mengurangi/mencegah berbagai penyakit yang terkait dengan kadar dan kualitas kolesterol darah seperti penyakit kardiovaskuler/aterosklerosis.

            Dalam beberapa tahun terakhir juga banyak berkembang isu bahwa konsumsi minyak nabati dapat menyebabkan obesitas sehingga berpotensi menimbulkan diabetes. Penelitian tentang pengaruh konsumsi minyak sawit terhadap diabetes sampai saat ini sangat terbatas dilakukan para ahli gizi dan kesehatan karena kasus tentang hal tersebut jarang ditemukan. Kasus diabetes terkait dengan sekresi insulin yang sangat penting dalam metabolisme gula darah. Beberapa peneliti yang ada menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit tidak mempengaruhi sekresi insulin sehingga tidak menimbulkan diabetes bahkan cenderung menurunkan kasus diabetes. Sundram, et al (2007); Peairs, et al (2011); dan Filippou, et al., (2014) menemukan bahwa konsumsi minyak sawit tidak mempengaruhi laju aktivitas/fungsi (sekresi) insulin maupun kadar glukosa darah. Bahkan Bovet, et al., (2009) mengungkapkan bahwa penurunan konsumsi minyak sawit justru meningkatkan kasus diabetes.Dengan demikian sangat jelas bahwa konsumsi minyak sawit tidak mempengaruhi sekresi insulin maupun diabetes.

            Tidak hanya mencegah kolestrol dan diabetes ternyata mengonsumsi minyak sawit merupakan bahan pangan sumber energi dan asam lemak. Selain sebagai sumber energi, minyak sawit juga mengandung vitamin A yang relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pangan lainnya . Minyak sawit kaya beta karoten, suatu antioksidan dan prekursor vitamin A (Krinsky, 1993). Kandungan vitamin A minyak sawit merah lebih tinggi dari kandungan vitamin A dari bahan-bahan makanan yang dianggap sebagai sumber vitamin A seperti jeruk, wortel, pisang dan lain-lain. Minyak sawit yang memiliki vitamin A juga bermanfaat untuk mengatasi berbagai penyakit akibat defisiensi vitamin A seperti kebutaan, xeroftalmia dan hemeralopi. Hasil penelitian Departemen Kesehatan RI tahun 1963-1965 mengungkapkan bahwa penggunaan red palm oil (RPO) dapat meningkatkan status vitamin A yakni dilihat dari kenaikan vitamin A dalam serum anak-anak (Oey, KL et al., 1967). Kemudian hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor (Muhilal dkk., 1991) yang menggunakan minyak kelapa sawit dapat menyembuhkan penderita xeroftalmia yang berupa hemeralopi (buta senja).

          Ternyata banyak sekali isu negatif mengenai kelapa sawit yang dikampanyekan oleh beberapa pihak. Banyaknya kampanye negatif mengenai kelapa sawit juga mempengaruhi persepsi masyarakat untuk membenci kelapa sawit. Padahal banyak sekali isu-isu yang dikampanyekan itu tidak sesuai dengan fakta yang ada. Sehingga banyak sekali timbul mitos mengenai kelapa sawit yang berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Sebagai masyarakat kita perlu melakukan literasi yang mendalam untuk bisa membedakan mana yang mitos dan mana yang fakta agar kedepannya masyarakat bisa lebih bijak dalam menentukan pilihan dan dukungannya terhadap suatu isu. Hal ini juga akan berpengaruh baik terhadap pembangunan di beberapa aspek. Seperti komoditas kelapa sawit yang faktanya benar-benar berkontribusi besar terhadap pembangunan sehingga komoditas ini dapat dikatakan sebagai lokomotif pembangunan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

PASPI. 2022. Perkebunan Kelapa Sawit Bukan Pemicu Utama Konversi Hutan Menjadi Non Hutan di Indonesia 2022. https://palmoilina.asia/hoax_vs_fact/perkebunan-kelapa-sawit-bukan-pemicu/ (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI. 2022. Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tidak Hanya Dimiliki Korporasi Besar 2022. https://palmoilina.asia/hoax_vs_fact/kelapa-sawit-indonesia-tidak-hanya-dimiliki-korporasi/ (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI Monitor. 2021. Multi Fungsi Ekologis Dari Perkebunan Sawit Indonesia. Palm Oil Journal. 2 (43/11/21) : 547-556. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2021/11/2.43.-MULTI-FUNGSI-EKOLOGIS-DARI-PERKEBUNAN-SAWIT-INDONESIA.pdf (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI Monitor. 2021. Kontribusi Devisa Sawit Dalam Neraca Perdagangan Indonesia. Palm Oil Journal. 2 (15/04/2021) : 363-368. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2021/04/2.15.-KONTRIBUSI-DEVISA-SAWIT-DALAM-NERACA-PERDAGANGAN-INDONESIA.pdf (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

Tim Riset PASPI. 2021. Solusi Untuk Menjawab Isu Kelapa Sawit Sebagai Driver Deforestasi dan Masalah Legalitas Lahan. Palm Oil Journal. 1 (38/12/2020) : 263-268. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2020/12/38.-SOLUSI-UNTUK-MENJAWAB-ISU-KELAPA-SAWIT-SEBAGAI-DRIVER-DEFORESTASI-DAN-MASALAH-LEGALITAS-LAHAN.pdf (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

Tim Riset PASPI. 2021. Kebun Sawit Berjaya, Biodiversitas Indonesia Tetap Kaya dan Terjaga. Palm Oil Journal. 1 (04/03/2020) : 19-24. https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2020/03/04.-KEBUN-SAWIT-BERJAYA-BIODIVERSITAS-INDONESIA-TETAP-KAYA-DAN-TERJAGA.pdf (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI Monitor. 2022. Ketahanan Ekonomi “Desa Sawit” Versus “Desa Non Sawit”. Palm Oil Journal. 3 (13/08/2022). https://palmoilina.asia/wp-content/uploads/2022/08/3.13.-KETAHANAN-EKONOMI-DESA-SAWIT-VERSUS-DESA-NON-SAWIT.pdf (Diakses Pda Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI. 2022. Perluasa Kelapa Sawit Tidak Menghabiskan Hutan Tempatnya Satwa-Satwa dan Biodiversity 2022. https://palmoilina.asia/hoax_vs_fact/perluasan-kelapa-sawit-tidak-habiskan/ (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI. 2022. Perkebunan Kelapa Sawit Bukan Pemicu Utama Konversi Hutan Menjadi Non Hutan di Indonesia 2022. https://palmoilina.asia/hoax_vs_fact/perkebunan-kelapa-sawit-bukan-pemicu/ (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

PASPI. 2022. Apakah Perkebunan Kelapa Sawit Menyerap Karbon Dioksida Secara Netton Seperti Hutan 2022. https://palmoilina.asia/hoax_vs_fact/apakah-perkebunan-kelapa-sawit-menyerap-karbon-dioksida/ (Diakses Pada Tanggal 31 Agustus 2022)

By: Andi Hilful Ferdiansyah Armin

Editor: Andi Salwa Nabilah Pratiwi