Reforma Agraria


Tuesday, 27 April 2021 , Admin

Reforma Agraria

SUMMARY KAJIAN PROFIL PERTANIAN

 “Reforma Agraria”

Moderator : Muhammad Andika Swandana AS

Pemateri : Muh Ikram S.P

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata reforma berarti perbaikan atau perubahan, sedangkan kata agrarian berarti urusan pertanian atau tanah pertanian. Merujuk kepada istilahnya, Reforma Agraria dapat diartikan sebagai perbaikan lahan pertanian yang mengarah pada perluasan lahan pertanian. Sejarah mencatat, istilah ini telah dicetuskan sejak zaman Presiden Soeharto dimana pada saat itu, terjadi peningkatan yang pesat pada produktivtas pertanian karena tingginya angka pemakaian bahan kimia seperti pestisida yang menyebabkan kerusakan pada unsur – unsur tanah dan pada akhirnya menjadi kelemahan dari kegiatan tersebut. Sehingga untuk menanggulangi hal tersebut, dilakukan perluasan lahan pertanian oleh pemerintah guna mengurangi penggunaan bahan kimia yang hingga kini dikenal dengan nama Reforma Agraria.

Sejarah Reforma Agraria

Teori Reforma Agraria pertama kali berkembang di Inggris melalui sebuah gerakan yang dikenal dengan nama Inclosure Movement. Gerakan ini merupakan sebuah kebijakan yang mengubah status kepemilikan tanah yang awalnya dapat disewakan secara umum tetapi diganti menjadi status kepemilikannya menjadi milik pribadi oleh para tuan tanah. Tak berhenti sampai di situ, Reforma Agraria berkembang hingga ke Perancis yang mana merupakan gerakan Reforma Agraria besar – besaran yang pertama kali terjadi di zaman modern bersamaan dengan terjadinya Revolusi Perancis pada tahun 1789. Pada perkembangannya di Perancis, Reformasi Agraria dilakukan dengan konsep redistribusi lahan atau rekonstrukturisasi dengan keberlangsungan produksi. Pada masa itu, Perancis dianggap tidak dapat melihat permasalahan utama dimana mereka menghadapi persoalan redistribusi lahan tatpi melupakan persoalan proses ekspansi ekonomi atau persoalan nilai produksi. Konsep Reforma Agraria Perancis ini kemudian diadopsi dan disebarluaskan di Eropa, salah satunya di Rusia pada tahun 1906 dimana mengambil kebijakan mengenai bagaimana meramu suatu kebijakan terkait adanya kesenjangan yang begitu tajam terkait status kepemilikan lahan.

Sejarah Historis Reforma Agraria di Indonesia

Konsep Reforma Agraria di Indonesia telah terlihat sejak lama. Pada masa kejayaan kerajaan di Indonesia misalnya, dimana terjadi peristiwa terkait konflik pada negara – negara yang menjajah dan bangsa Indonesia yang mencoba mempertahankan kepemilikan wilayahnya. Puncak dari persoalan Reforma Agraria sebelum kemerdekaan yang juga telah menjadi pemahaman umum adalah ketika Jepang mengeksploitasi masyarakat Indonesia dengan sistem  tanam paksa yang mereka terapkan pada bangsa Indonesia.

Pada masa pemerintahan Belanda tepatnya pada tahun 1870 dikeluarkan sebuah kebijakan yang dikenal dengan nama Agrarische Wet dengan satu rumusan aturan bernama domain proffering. Kebijakan ini merupakan salah satu alasan terjadinya konflik besar agraria hingga saat ini. Bunyi dari kebijakan ini ialah ketika ada tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya secara legal atau pengakuan dari pemerintah maka status kepemilika tanah akan diambil oleh Belanda. Dan Pemerintah Belanda mempertegas penerapan sistem ini dengan melakukan penarikan pajak bumi yang lebih besar.

Hingga pada masa orde baru, lahirlah Undang – Undang Pokok Agraria atau PA 1930 yang mengatur tentang Reforma Agraria yang dibentuk oleh Panitia Agraria Jogja tahun 1948 dan diganti menjadi Panitia Agraria Jakarta pada tahun 1951. Sayangnya, terdapat unsur politik yang disepakati untuk membuat rakayt kecil khususnya para petani yang tidak memiliki lahan sendiri pada pembentukan panitia tersebut. Memasuki masa orde baru, beberapa kebijakan mulai mereduksi aturan mengenai Undang – Undang Pokok Agraria yaitu Revolusi Hijau. Yang kemudian menjadi salah satu program kerja pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang menekankan pada proses peningatan intensifikasi lahan dengan capaian memperluas kemitraan dengan negara asing, dengan harapan penanaman modal dari negara asing jauh lebih besar. Tak berhenti sampai disitu, salah satu peristiwa yang kemudian menghadirkan kebijakan Reforma Agraria yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia mengenai wacana pembentukan RUU Pertanahan yang diklaim sebagai sub aturan yang dikembangkan oleh kebijakan Reforma Agraria itu sendiri.

Dalam kebijakan Reforma Agraria tentunya tidak lepas dari sisi negatif dan positif yang kemudian sangat berdampak bagi rakyat, khususnya para perani. Misalnya, sistem kepemilikan lahan yang harus dibatasi sebesar 2 Ha. Dimana jika ada seseorang yang memiliki lahan lebih dari 2 Ha, maka akan dilakukan redistribusi lahan kepada para petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan pertanian.

  (*)