Neoliberalisme


Wednesday, 31 January 2024 , Admin

Neoliberalisme

Neoliberalisme

     Neoliberalisme secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu “Neo” yang berarti “baru” dan “Liberalisme” yang memiliki arti “pandangan filsafat politik pada kebebasan dan persetujuan dari yang diperintah serta persamaan dihadapan hukum”. Jadi, Neoliberalisme merupakan upgrade atau tingkatan yang lebih baru dari istilah Liberalisme, atau dengan kata lain Liberalisme baru. Adapun yang dimaksud dengan Neoliberalisme dalam artikel alwi, adalah sebuah pemahaman khusus yang bertujuan untuk mempengaruhi suatu individu maupun kelompok dengan cara mengubah pola pikir dan cara pandang manusia tentang kehidupan, baik itu dari aspek politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan budaya (Ritonga, 2019). Sedangkan pada jurnal lain, Agung (2013) berpendapat bahwa Liberalisme atau liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang paling utama.

     Terdapat beberapa tokoh yang berperan penting dalam paham liberalisme, yaitu Marthen Luther, seorang tokoh yang menyuarakan kebebasan, khususnya pada
kebebasan beragama. Pada abad ke-15 di Eropa setiap individu terkekang dan dibatasi oleh Gereja Katolik sehingga Marthen Luther menyuarakan kebebasan sehingga tiap-tiap individu maupun kelompok bisa berkembang dalam berbagai bidang, khususnya bidang pendidikan dan akhirnya puncak kesuksesan Marthen Luther pada tahun 1517 saat terjadinya reformasi gereja. Kemudian John Locke yang berpendapat bahwa setiap individu pada hakikatnya adalah baik, akan tetapi karena adanya kesenjangan harta dan kekayaan terjadilah kekhawatiran jika hak satu individu diambil oleh individu lain, maka diperlukan pihak penengah yaitu pemerintah, sedangkan Hobbes berpendapat bahwa setiap individu pada hakikatnya adalah jelek dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi karena menginginkan kehidupan yang damai mereka membentuk suatu masyarakat baru dengan kesepakatan bersama yang melibatkan pihak ketiga (pemerintah) untuk melindungi hak-haknya dari individu lain.

     Selanjutnya Adam Smith dengan karyanya yang berjudul “The Theory Of Moral Sentiments”, yang di dalamnya menuliskan bahwa setiap manusia sangat menyukai hayati bermasyarakat dan tidak menyukai hayati sendiri-sendiri (individualistik) serta mementingkan diri sendiri. Pada tahun 1759, dia mengemukakan tentang individualisme dan kebebasan. Adam Smith berpendapat bahwa sejatinya setiap manusia harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Namun pada pandangan beberapa individu, misalnya Agung (2013) yang berpendapat bahwa asumsi Adam Smith tak sahih sebab tak semua individu menghargai individu lain, dan pemikiran ini dianggap cukup berbahaya.

     Secara umum, paham Liberalisme menolak adanya pembatasan dan kekangan dari pihak-pihak tertentu dan lebih menginginkan suatu masyarakat ataupun kelompok masyarakat yang lebih bebas dalam berpikir, berpendapat, dan berperilaku. Adapun istilah Liberalisme sudah terdengar sejak abad ke-17, saat seorang filsuf dari Inggris yang bernama John Locke (1632-1704) mencetuskan ide-ide besarnya tentang Liberalisme. Kaum Liberal melawan kekangan pada saat itu, untuk mendapatkan kebebasan, kenyamanan, dan keamanan dari segala aspek. Perjuangan merekapun tidak sia-sia, pada tahun 1225 dikeluarkannya piagam Magna Charta yang berisi, pertama, seseorang tidak boleh ditangkap; kedua, seseorang tidak boleh dipenjara; ketiga, seseorang tidak boleh disiksa; dan terakhir, seseorang tidak boleh diasingkan atau disita hak miliknya tanpa cukup alasan secara hukum.Terdapat tiga hal yang sangat mendasar dari ideologi Liberalisme, yaitu kehidupan (life), kebebasan (liberty), dan hak milik (property). Sebagai contoh, setiap manusia memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, baik itu bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun, setiap manusia juga memiliki keterbatasan dan kualitas yang tidak sama dan berbeda-beda, sehingga dalam penggunaan kesempatan yang sama pada setiap individu akan berlainan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Dengan adanya pemberian kesempatan
yang sama pada setiap individu, masalah-masalah yang terjadi baik itu dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan dapat dengan mudah dan cepat terselesaikan karena individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapatnya yang pastinya berbeda dengan pendapat yang lain.\

     Pertumbuhan dan perkembangan para kaum liberal semakin nyata dengan munculnya kaum borjuis di Prancis pada abad ke-18 yang menyuarakan liberalisme sebagai aksi protes terhadap kekangan yang ada di Prancis pada saat itu. Pada saat itu di Prancis, terdapat pemisahan dan perbedaan yang sangat kentara antargolongan masyarakat Prancis. Golongan I dan II, terdiri dari kaum bangsawan dan alim ulama yang memiliki banyak hak tanpa kewajiban, sedangkan golongan III terdiri dari kaum borjuis kaya raya dan rakyat biasa tanpa hak dan penuh kewajiban. Perjuangan para golongan borjuis dilakukan dengan mendekati para rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang absolute untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan agama. Kemudian gerakan liberalisme ini meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya revolusi Prancis pada tahun 1789. Selanjutnya lewat kekuasaan Napoleon Bonaparte, paham Liberalisme ini disebarluaskan ke seluruh Eropa dan menyebar ke seluruh dunia dengan semboyan “liberte, egalite, dan fraternite” (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Jadi, revolusi Prancis sebenarnya berasal dari revolusi golongan borjuis yang menuntut adanya kebebasan dan kemerdekaan, mereka itu kemudian disebut golongan liberal.

 

Karya:

Nabila

Peserta LK2M XIX

 

REFERENSI

Ahida, R. 2005. Liberalisme dan Komunitarianisme: Konsep tentang Individu dan Komunitas. Jurnal Demokrasi, 4(2): 95-106.
Baswir, R. 2015. Ekonomi Kerakyatan VS Neoliberalisme. Jurnal Gema Keadilan, 2(1): 8-17.