Friday, 16 February 2024 , Admin
Sistem Pemilu dan Korelasi Korupsi
Kita tahu bersama bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang memilih pemimpinnya dengan cara melaksanakan pemilu. Kian dekat dengan masa pemilihan pemimpin ini, makin sering pula kita temukan poster atau spanduk mereka yang ingin mencalonkan diri. Kita sangat mengapresiasi saudara-saudari kita yang sangat antusias dan bersemangat untuk mengabdikan diri pada bangsa dan negara. Namun muncul pertanyaan di sela-sela itu, "Apakah mereka benar benar ikhlas untuk melayani rakyat dan mengabdi untuk negara?". Hal ini kita angkat dari persepsi dan kejadian yang banyak terjadi tidak hanya di zaman ini, tapi sejak masa pra reformasi. Banyaknya orang-orang parlemen yang terjerat dengan kasus korupsi yang membuat mereka harus mengenakan baju orens (tahanan).
Korupsi sampai saat ini masih menjadi masalah yang fundamental di Indonesia. Dalam masa kepemimpinan Bapak Jokowi di periode kedua, ada puluhan kepala daerah yang terjerat dalam kasus korupsi. Hal inilah yang memicu timbulnya pertanyaan dan prasangka terhadap calon-calon kita. Hanya dua kemungkinan saja, mereka betul-betul ikhlas ingin mengabdi untuk negara, atau hanya menginginkan hal finansial semata. Sekarang ini, muncul statement bahwa penyebab dari terjadinya korupsi adalah kecilnya gaji dari pejabat-pejabat kita, atas dasar itulah mereka melakukan korupsi "katanya". Jika menggunakan perspektif seperti itu, maka untuk apa maju menjadi wakil rakyat jika hanya memikirkan tarif untuk dirinya sendiri? Toh di samping dia melaksanakan tugasnya, negara telah menyiapkan dan menunjang kebutuhan hidup dan tugasnya untuk sehari-hari. Rasanya sudah cukup dari apa yang telah diberikan oleh negara kepada mereka, hanya saja kesadaran diri dan sikap egois yang masih menggebu-gebu, menjerumuskan mereka untuk melakukan korupsi tersebut.
Salah satu yang diharapkan dari sistem pemilu yang kita laksanakan di Indonesia, yaitu untuk menghasilkan para wakil dan pemimpin rakyat yang memiliki elektabilitas yang baik dan juga sikap demokratis agar pemerintahan yang berjalan, sesuai dengan sistem demokrasi yang kita anut di Indonesia. Namun dalam pemilu saat ini, yang terlihat adalah berapa banyak uang yang harus dikeluarkan agar seseorang mendapatkan suara dan dapat menduduki jabatan yang ia kehendaki. Akhirnya pemilu hanya menjadi ajang siapa yang paling kuat untuk bertarung dengan uang. Sepertinya ini salah satu sebab juga mengapa banyak yang terjerat dalam kasus korupsi, karena banyaknya harta yang harus dikeluarkan saat pertama mencalonkan diri, maka target selanjutnya saat terpilih ialah mengembalikan apa yang telah dibuang. Itulah mengapa dalam sistem pemilu ini, bukannya tidak terdapat kekurangan, tetapi ada masing-masing kelebihan dan juga terdapat kekurangan.
Kelebihan dari sistem proporsional daftar terbuka adalah membuat masyarakat lebih selektif dalam memilih calonnya dan menyeleksi caleg secara rasional. Sementara itu, kelemahan sistem proporsional daftar terbuka adalah suara terbanyak memberikan potensi para caleg menggunakan kekayaannya untuk melakukan pendekatan-pendekatan secara finasial demi memperoleh suara dan dukungan dari masyarakat. Maka dari itu salah satu cara untuk menekan permainan dalam hal ini, dibutuhkan juga partisipasi dari masyarakat untuk setidaknya mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan dalam sistem pemilu ini. Secara umum, politik uang merupakan istilah yang menggambarkan penggunaan uang atau imbalan lainnya untuk mempengaruhi seseorang, kelompok, atau lembaga dalam mengambil keputusan politik. Politik uang ini sangat berpengaruh pada system demokrasi kita di Indonesia. Dengan adanya orang yang bermain dengan politik uang ini, seakan telah membatasi kebebasan seseorang dalam memilih. Mencekokkan dengan sejumlah nominal untuk “membeli” suara dari masyarakat hanya demi kepentingan sendiri dapat mempengaruhi banyak hal, bahkan inilah yang dapat menjadi asbab seseorang melakukan korupsi.
Politik uang ini tidak hanya saja berlaku pada saat seseorang ingin mengumpulkan suara untuk dirinya agar dapat terpilih untuk masuk ke dalam parlemen, namun di saat proses perhitungan atau pemungutan suara berlangsung bias saja terjadi yang namanya politik uang. Dengan menyogok orang-orang yang ada di bagian itu, bias saja aka nada manipulasi suara hanya untuk kepentingan seseorang saja. Hal ini tentu saja mengikis nilai-nilai yang diangkat dalam kegiatan pemilu, yang kita tahu bersama bahwa asas pemilihan umum adalah Luberjurdil (Langsung, Umum, Bebas, Jujur, dan Adil). Terlalu kaku rasanya ketika kontestasi pemilu ini hanya dijadikan sebagai ajang untuk bertempur uang, ajang bertempur satu kelompok dengan kelompok yang lain. Harapannya ke depan agar kiranya hal-hal yang seperti ini perlahan hilang dari Indonesia, biarkan rakyat yang menentukan pilihan sesuai dengan nurani. Di sinilah juga pentingnya introduksi kepada masyarakat luas. Tidak hanya membagikan barang berupa baju partai atau selembaran kertas nama, tapi sekiranya mereka yang betul-betul ingin menjadi bagian dari pengabdi untuk rakyat dan bangsanya juga memperkenalkan apa saja yang akan mereka kerja ketika telah menjadi bagian dari parlemen.
Hal-hal seperti inilah yang diharapkan dapat kita rasakan bersama ketika musim pemilu tiba, perlu kita tambahkan dengan sesuatu yang kiranya dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat luas. Adanya tukar pikiran dengan rakyat, menyaksikan langsung pembangunan yang sedang dilaksanakan. Hal yang mungkin sepele di mata orang-orang besar, namun pasti sangat berharga di mata masyarakat. Sudah saatnya membangun hubungan yang lebih persuasif antara pemerintah dengan rakyat. Negara kita sudah terlalu banyak menelan kasus yang hanya itu-itu saja. Laiknya korupsi, betapa banyak orang yang terus melakukan korupsi padahal berita penangkapan dan penghukuman terhadap pelaku korup ini telah sampai di telinganya. Negara sudah terlalu banyak memakan kerugian yang diakibatkan oleh pejabat-pejabat yang korup. Dana yang seharusnya ingin dialokasikan kepada beberapa sektor yang ingin dilakukan pembangunan, justru diraup habis oleh mereka yang tamak. Banyak daerah yang belum terjangkau oleh pemerataan dari pemerintah untuk saat ini, jika ditambah lagi dengan korupsi yang masih kian berjalan hingga kini, dapat menghambat laju pertumbuhan dan kemajuan Indonesia.
Hal yang saya harapkan adalah pemberian hukuman yang berat terhadap pelaku korupsi yang ada di negeri ini. Pasalnya, kita tahu bersama bahwa orang-orang yang menjalani hukuman dengan kasus korupsi ini, terkadang hanya diberi hukuman beberapa tahun penjara, dan hal itu kurang cukup menurut saya bagi mereka yang telah memberikan kerugian terhadap negara. Seperti kurang memberi efek jera jika hanya diancam dengan hukuman penjara selama beberapa tahun, agaknya hukuman yang jauh lebih berat seperti hukuman mati bagi pelaku korupsi dapat memberi sedikit peringatan agar pelaku korupsi berkurang di negeri ini.
Karya:
Muhammad Dirga Alfaridzi Sailellah
Peserta LK2M XIX
REFERENSI
Pratiwi, D. A. (2018). Sistem Pemilu Proporsional Daftar Terbuka di Indonesia: Melahirkan Korupsi Politik?. Jurnal Trias Politika, 2(1), 13-28.
Sjafrina, A. G. P. (2019). Dampak politik uang terhadap mahalnya biaya pemenangan pemilu dan korupsi politik. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 5(1), 43-53.