Thursday, 24 April 2025 , Admin
Fenomena "nenengisme" yang dibahas dalam artikel ini menunjukkan munculnya suara-suara alternatif dari masyarakat yang selama ini terpinggirkan, terutama mereka yang berasal dari desa. Tokoh utama, Neneng Rosdiana, menyampaikan kehidupan perempuan tani melalui media sosial dengan cara yang ringan, sarkastik, dan penuh kritik sosial. Penyampaian yang jenaka ini menjadi sindiran terhadap aktivisme yang cenderung terjebak pada wacana dan teori, namun kurang memberikan aksi nyata di lapangan. Neneng mengingatkan bahwa perjuangan kelas tidak harus selalu terjadi di ruang akademik atau demonstrasi, tetapi bisa hadir melalui kerja-kerja langsung di masyarakat.
Nenengisme lebih dari sekadar tren digital. Ia adalah cara baru untuk menyuarakan pengalaman hidup yang nyata tentang bertani, bergotong royong, dan bertahan hidup di tengah ketimpangan ekonomi. Neneng menolak pandangan yang menganggap orang desa tidak penting, namun juga tidak setuju dengan cara pandang aktivis kota yang sering merasa paling tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh rakyat kecil. Dengan begitu, nenengisme menjadi kritik terhadap dominasi cara berpikir tertentu yang sering kali mengabaikan realitas masyarakat di lapangan. Gaya penyampaian yang menggunakan meme dan humor memberikan dimensi baru dalam memperkenalkan perspektif ini, membuka ruang bagi lebih banyak orang untuk terlibat dalam diskusi sosial, tanpa harus terbebani dengan jargon akademik yang membingungkan.
Media sosial berperan penting dalam menyebarkan pesan nenengisme. Lewat platform ini, ide-ide yang biasanya dianggap sulit atau terlalu serius menjadi lebih mudah diakses, terutama karena disampaikan dengan cara yang lebih ringan, seperti meme dan cerita sehari-hari. Ini menunjukkan bagaimana media digital bisa memperluas pemahaman dan membangun solidaritas antar kelas dengan cara yang tidak menggurui. Namun, harus berhati-hati karena ada risiko nenengisme hanya dianggap hiburan, dan pesan utamanya bisa hilang jika hanya dipandang sebagai konten lucu tanpa makna yang lebih dalam.
Selain itu, ada sisi negatif yang perlu dicermati dari nenengisme. Jika tidak hati-hati, fenomena ini bisa terjebak dalam lingkaran sensasi digital, menjadi hiburan semata tanpa aksi nyata. Banyak orang yang mungkin hanya mengkonsumsi nenengisme sebagai konten humor tanpa benar-benar merenungkan pesan sosial yang disampaikan. Tidak jarang, apa yang dimaksud sebagai kritik tajam malah hanya dipandang sebagai bentuk sindiran tanpa menawarkan solusi yang konkret untuk masalah yang ada. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa nenengisme justru dapat mengalihkan perhatian dari perjuangan sosial yang lebih sistematis dan strategis, hanya berfokus pada mengejek dan membandingkan pergerakan aktif di kota dengan kenyataan di desa. Ini bisa menjadi bentuk "teori tanpa aksi" yang tidak menghasilkan perubahan sosial yang berarti.
Fenomena nenengisme, meskipun menarik, berpotensi terjebak dalam limbo retorika jika tidak ada kesinambungan antara kritik yang disampaikan dengan tindakan yang berorientasi pada perubahan. Tanpa adanya aksi yang jelas, kritik yang dilontarkan melalui media sosial bisa dipandang hanya sebagai bentuk ekspresi tanpa tujuan yang jelas. Bahkan bisa menjadi boomerang yang justru membuat orang merasa cukup hanya dengan memberi komentar atau reaksi ringan, tanpa berupaya membuat perubahan lebih mendalam. Oleh karena itu, nenengisme perlu lebih dari sekadar sindiran atau meme untuk membuktikan kebermaknaannya dalam jangka panjang.
Selain itu, penting untuk menjaga konsistensi dan arah gerakan ini agar tidak terlepas dari kenyataan sosialnya. Jika nenengisme hanya dianggap sebagai gaya atau fenomena online, ia bisa dengan mudah menjadi tren yang hanya berfokus pada popularitas, tanpa perubahan yang lebih nyata di masyarakat. Oleh karena itu, lebih dari sekadar menghargai keunikan nenengisme, gerakan ini perlu dipastikan bisa diubah menjadi strategi yang lebih besar untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan.
Nenengisme membuka peluang sekaligus tantangan bagi gerakan sosial masa kini. Ini mengajarkan untuk mendengarkan suara-suara dari masyarakat pinggiran, membuka ruang komunikasi yang lebih merata, dan mengingatkan bahwa politik sejati bukan hanya soal slogan atau teori, tetapi juga tentang siapa yang terlibat, siapa yang diwakili, dan siapa yang memimpin perubahan. Gerakan sosial harus berani merefleksikan kembali hubungan kekuasaan yang ada di dalam tubuh gerakannya, dan belajar dari praktik hidup sehari-hari yang selama ini dianggap tidak cukup politis. Dari sinilah, nenengisme menunjukkan bahwa perubahan sosial yang paling berarti bisa dimulai.
Bedah Artikel : Nenengisme dan Problemnya
Admin
24 April 2025