PPN meningkat: Harga Produk Pertanian Semakin Mahal


Wednesday, 13 April 2022 , Admin

Sejak 1 April 2022 Pemerintah resmi menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan hasil pertanian tertentu, seperti yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu, terdapat setidaknya 41 komoditas hasil pertanian yang dikenakan PPN.

Dilansir dari Kementerian Keuangan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Dasar hukum Pajak Penghasilan Tambahan atau PPN adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994,  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Hingga saat ini, dasar hukum tersebut telah mengalami tiga kali perubahan atau amandemen. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan kebijakan serta lebih memperhatikan keadilan masyarakat Indonesia.

Pajak yang ditetapkan pemerintah sekarang berada pada  tarif 1,1% dari harga jual yang berlaku mulai 1 April. Besaran ini diperoleh dari hasil perkalian 10% dari tarif PPN yang berlaku saat ini, yaitu 11%.

Perhitungan PPN dirumuskan yaitu, Tarif PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) x Harga Produk/Jasa

Berdasarkan CNBC Indonesia, contoh perhitungannya ialah seorang Petani A menjual 1 ton padi sebesar Rp 600.000 kepada pembeli. Maka perhitungan pajaknya yakni 1,1% dikali harga jual Rp 600.000, maka besaran tarif PPN-nya adalah sebesar Rp 6.600.

Pengusaha kena pajak dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetor PPN harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha kena pajak dikukuhkan. Tata cara pelaporan bisa dilihat selengkapnya dalam PMK 64/2022.

Pajak PPN ini naik yang dimana tahun 2021 lalu berada dalam tarif pajak 1%, selanjutnya tarif pajak akan meningkat jadi 1,2% dari harga jual ketika tarif PPN 12% pada 2025 mendatang.

Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani  bahwa kenaikan tarif PPN saat ini dimaksudkan untuk menguatkan fondasi perpajakan seraya menambah daya dorong APBN. Mengingat, kemampuan negara meningkat dalam menyediakan bantalan sosial.

Menurutnya  kenaikan PPN 1 persen (menjadi 11 persen) ini masih berada di bawah rata-rata PPN dunia. Saat ini, katanya, rata-rata PPN di seluruh dunia berada di level 15%.

Adapun jenis hasil pertanian yang dapat dikenai DPP PPN nilai lain 1.1% sebagai berikut:

Produk Tanaman Pangan

Seperti padi, jagung, kacang-kacangan (kacang tanah dan kacang hijau), umbi-umbian (ubi kayu atau singkong, ubi jalar, talas, garut, gembili, dan umbil-umbi lainnya).

Produk perkebunan

Adapun produk perkebunan yang bisa dikenai DPP PPN 1,1% masuk dalam kategori BKP atau Barang Kena Pajak. Beberapa produk tersebut seperti kelapa sawit (buah dan cangkang), kopi (buah), aren (nira, dan daun batang), kakao (buah), jambu mete (biji), lada (buah), pala (biji, buah bunga dan kulit ari), cengkeh (bunga dan tangkai/daun), teh (daun), tembakau (daun), karet (getah), kapas (buah), kapuk (buah), kayu manis (kulit batang), kina (kulit batang) , vanili (buah/biji), nilam (daun) , sereh (daun), atsiri (daun, akar, bunga, dan buah), dan kelapa (buah, sabut, tempurung, batang), tanaman perkebunan dan sejenis (batang, biji dan daun), batang rami, rosella, jute, kenaf, abaca dan lain-lainnya.

Produk kehutanan

Produk kehutanan yang bisa dikenai tarif DPP PPN 1,1% dapat dikategorikan menjadi dua jenis yang meliputi: Hasil Hutan Kayu (kayu bulat besat/kecil, kayu bulat sawut, kayu bulat kering, dan kayu bulat karet).

Hasil Hutan Bukan Kayu  (rotan asalan, rotan bundar WS, Kamendangan, gubal gaharu, biji kemiri, biji tengkawang, kopal damar).

Dengan naiknya PPN ini bukan hal yang tidak mungkin menyebabkan kenaikan harga produk pertanian di pasaran. Hal ini menjadi persoalan konkrit mengingat pertanian sangat terkait dengan makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok, tidak dipungkiri kenaikan PPN ini sedikit banyak akan memberi pengaruh kepada masyarakat. Harapnya kenaikan pajak ini dibarengi oleh kondisi ekonomi yang membaik.

Penulis : Nur Alya Azzahra

Editor    : Farisna Daniatanti